PENDIDIKAN BERKUALITAS PEMKOT HARUS KERJA KERAS
Pendidikan berkualitas..? Apakah Yogyakarta yang berpredikat sebagai kota Pendidikan sudah menyediakan dan memberikan pendidikan yang berkualitas kepada para anak didiknya sehingga outputnya bisa bersaing di dunia usaha ? Mengkritisi Pemerintah Kota Yogyakarta yang menjadikan tahun 2004 sebagai tahun Pendidikan Berkualitas, Jogja.go.id menggali pendapat Drs. Sugeng Samyoto, Kepala SMKN 5 Yogyakarta, seorang praktisi pendidikan sekolah kejuruan. Berikut petikannya. Menurut kami sangatlah gampang untuk melihat pendidikan yang berkualitas. Itu mudah untuk dilihat, indikatornya adalah apabila sekolah itu mampu menciptakan dan mencetak tamatannya dan itu laku di pasar global. Tidak hanya di regional dan nasional tapi laku di pasar global. Lha, untuk menuju ke sana tamatan itu harus mempunyai kemampuan ilmu pengetahuan dan tehnologi serta skill yang memadahi. Selain itu, tamatan juga harus mampu mengkomunikasikan seluruh kemampuan ilmu pengetahuan dalam bahasa asing. Ya, tanpa didasari oleh kompetensi dalam kemampuan untuk mengkomunikasikan kemampuan dalam bahasa asing ( Inggris ) kita akan sulit untuk bersaing dengan negara-negara Asean yang lain. Terutama dari Singapura, Malaysia, Thailand, Philipina, apalagi yang menjadi pesaing baru kita sekarang adalah Vietnam. Nah, untuk menuju kesana ada beberapa hal yang perlu diperhatikan Pemkot. Pertama, Meningkatkan Sumber Daya Manusia ( SDM ). Yang berdiri diujung tombak adalah para guru. Nah, sekarang ini kalau mau guru itu maju, ya guru itu ditingkatkan pendidikannya, baik itu pendidikan formalnya maupun melalui bentuk magang di industri-industri yang standar nasional. Kedua, Sosialisasi (Kampanye). Agar masyarakat tahu, maka pemerintah ( Pemkot ) harus juga mengkampanyekan beberapa hal seperti, bagaimana peranan dan kedudukan sekolah kejuruan bagi penyerapan tenaga kerja. Ini perlu diperhatikan oleh pemerintah kota. Selain itu Pemkot juga harus mensosialisasikan program atau kurikulum yang betul - betul luwes dan simpel sesuai dengan perkembangan industri yang ada. Ini harus dipersiapkan betul. Apalagi di daerah otonomi ini harus ada MULO (muatan lokal) yang sesuai dengan kebutuhan. Ketiga, harus ada peralatan Praktek yang standar industri. Karena tehnologi industri itu terus berkembang, sementara peralatan yang ada selalu tertinggal terus. Lha, bagaimana kita bisa mencetak tamantan yang berkualitas mampu bersaing secara komparatif maupun kompetitif dengan pesaing-pesaing dari luar apabila peralatan praktek kita tidak standar. Keempat, bahan praktek yang standar. Untuk mendapatkan bahan praktek yang standar, dibutuhkan biaya yang besar. Sebagai suatu contoh, selama ini bantuan dari Pemkot Yogyakarta masih sangat minim. Bantuan praktek pembelian bahan praktek kira-kira Rp. 3.000,- / bulan. Bandingkan dengan Malaysia. Malaysia menyediakan 400 ringgit / bulan (Rp.1,2 juta) untuk pembelian bahan praktek sekolah kejuruan. Sehingga melalui bahan praktek yang tersediah melimpah murid bisa berkarya dan berkarya, melakukan praktek dan praktek sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas. Melihat perbandingan tersebut, jelas dengan bantuan Rp. 3000,- dirasah masih belum memadahi. Kelima, Sumber Daya yang memadahi, misalnya energi listrik. Keenam, dukungan dari Stake holder yang ada di kota Yogyakarta mulai dari Pemkot, dinas Pendidikan dan Pengajaran ( P dan P), dan industri yang ada di Kota. Misalkan saja, untuk alat kalau memang Pemkot belum mampu membelikan alat kan bisa saja mengetuk para pengusaha, melalui program outcoursing, jadi kita pinjam alat atau anak-anak praktek di industri. Misalnya suatu alat yang tidak dipunyai di SMK dan itu hanya ada di industri, bisakah anak-anak berpraktek di industri. Mohon bantuan dari Pemerintah kota bagaimana membuka wacana agar industri ini mau membantu mengembangkan sekolah menengah kejuruan. Sebab selama ini kalangan dunia usaha industri belum begitu optimal. Kalau anak-anak berpraktek di dunia industri, justru oleh industri masih dianggap sebagai beban. Kalau sudah seperti ini sulit pendidikan kejuruan itu berkembang. Jadi banyak faktor untuk meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan di kota Yogyakarta. Dan ingat yang namanya, Pendidikan kejuruan di kota Yogyakarta itu memberikan kontribusi dan aset yang besar, terutama untuk mengurangi pengangguran. Seperti di Sekolah Menengah Kejuruan, anak belum memperoleh STTB dan ijasah sudah ada yang laku dan diterima kerja.. Ada yang baru saja pulang PI ( Praktek Industri ) sudah dipesan oleh industri. Tapi ya, tentunya anak-anak yang punya kualitas, kemampuan, ketekunan, kemudian etos kerja yang memadahi industri sesuai dengan persyaratan industri. MASIH JAUH DARI HARAPAN DAN PERLU KERJA KERAS Kalau kita menggunakan pembanding dengan Malaysia untuk biaya praktek itu saja 1,2 juta sementara kita baru diberi bantuan Rp. 3000, Nah dengan bahan praktek yang terbatas otomatis-kan anak-anak terbatas pula dalam membuat karya. Tapi kalau bahan prakteknya melimpah anak-anak terus membuat karya. Karena kita menggunakan model PBT ( Production Bassed Training ) atau pendidikan dan pelatihan berbasis produksi. Jadi anak-anak harus berkarya sesuai dengan standar industri, jadi harus menghasilkan karya, menghasilkan produk dan produk itu harus standar, terutama yang kelas III. Karya - karya kelas III biasanya kita jual baik itu melalui showroom yang kita punyai atau kita titipkan pada pengusaha kerajinan yang ada di Yogyakarta. Jadi ini masih jauh dari harapan, apalagi visi kota Yogyakarta mau menjadikan kota Yogyakarta menjadi pusat pendidikan yang berkualitas dan terkemuka. Saya kira, kita masih kerja keras baik masyarakat, pemerintah maupun dari sekolah. Jadi, ketiganya harus bersinergi, Pemerintah, masyarakat, maupun, sekolah. Memang sekolah kejuruan itu mahal. Mahal dalam arti invest-nya yang ditanamkan untuk membangun sekolah kejuruan itu cukup besar, baik itu tanahnya yang minimal dua Ha, kemudian gedung , peralatan, listrik dan juga SDM-nya. Terutama kami harapkan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam menyusun RASK untuk tidak menyamakan kami dengan Sekolah Menengah Umum (SMU). Tahun sebelumnya kita disamakan denga SLTP dan SMU. Padahal kalau kita disamakan jelas sekali SMK tidak dapat hidup. Karena kalau di SMK ada guru tapi kalau tidak ada bahan prakteknya tidak bisa jalan. Ada guru tidak bahan praktek tidak bisa jalan. Ada guru ada bahan praktek tapi tidak ada peralatan ya, tidak bisa jalan . Juga ada guru, ada bahan praktek, ada peralatan tetapi tidak ada energi listrik juga tidak akan jalan. Jadi keempat komponen ini harus berjalan bersama dan sangat diperlukan untuk membangun sekolah kejuruan yang berkualitas. Memang untuk mencapai pendidikan yang berkualitas seperti yang diharapkan kita harus bekerja lebih keras lagi. (@mix)