Sejumlah 50 pengrajin Kota Yogyakarta melakukan studi banding diwilayah
Kabupaten Sleman dan Bantul, Rabu, ( 23/01 ). Kunjungan yang berlangsung
sehari ini dipimpin langsung Ketua Dekranas ( Dewan Kerajinan Nasional )
Kota Yogyakarta Hj. Dyah Suminar, SE. Kunjungan yang dimulai dari Avip’
Batik di daerah Pandega Martha, Rumah Budi Susanto Salan dan Spa,
dilanjutkan ke Kabupaten bantul, yakni ke Natural Hause, Kampus ISI, serta
pasar seni Gabusan.
Dalam keterangannya Dyah Suminar mengatakan, kunjungan ini hendaknya
sebagai awal kerjasama antar Kabupaten Kota. Dimana kerjasama ini dapat
saling menguntungkan. Para pengrajin Kota Yogyakarta dapat mengambil
kerajinan khas dari kabupaten lain, demikian juga kabupaten-kabupaten
lain dapat memasarkan produk yang dihasikan pengrajin Jogja. “ Produk
yang dihasilkan tidak saja masalah kerajinan, akan tetapi masakan khas
juga dapat diunggulkan. Apabila kerjasama telah terjalin, akan memudahkan
pengrajin atau UKM ( Usaha Kecil Menengah ) memasarkan produknya, dan
mestinya akan mengangkat perekonomian masyarakat,” katanya.
Ditambahkan Dyah, kunjungan kali ini tidak saja melihat-lihat barang
kerajinan yang baru, namun lebih ditekankan kepada bagaimana mendisplai
produk kerajinan agar para pengunjung atau pembeli lebih tertarik kepada
barang tersebut. “Seorang pengusaha bisa bergabung dengan pengusaha lain
atau siapa saja untuk bertukar pikiran, bagaimana mengemas yang baik,
mendisplay dengan rapi, memasarkan dengan baik, serta mempunyai daya
tarik yang nantinya akan menjadi pemenang, dan ini sesuai dengan hukum
pasar. Sehingga para pengrajin atau pengusaha mempunyai wawasan untuk
menjadi leader, pionir dibidangnya. Seorang pengusaha, saya rasa ganti
usaha tidak masalah, akan tetapi referensinya harus cukup banyak,
sehingga mereka berganti haluan ini tidak seperti dulu lagi, semisal dari
pengusaha kulit berganti ke tanaman hias, ini suatu lompatan yang
berbeda, tetapi cara mengemas dan keseriusannya menangani tanaman ini
secara komprehensip, sehingga mereka layak menjadi pemenang,” tandas
Diah.
Mejawab pertanyaan mengenai pasar seni dan kerajinan yang akan dibangun
Pemerintah Kota, Dyah mengatakan, ada dua hal yang harus dilakukan
Pemerintah, pertama, bagaimana mengatur lahan yang terbatas, letaknya
ditengah kota, pemerintah harus mampu memfasilitasi pasar tersebut dekat
pada konsumen. Wisatawan yang datang akan cukup jelas apa bila konsepnya
jelas, seperti halnya di Pulau Bali ada konsep pasar Sukowati, Jogja
nantinya mempunyai pasar kerajinan yang benar-benar khas Jogja. Hal yang
kedua, dari sisi pengrajin, pengrajin harus dimotivasi siap memasuki
ruang tersebut yang nantinya akan di atur Pemerintah Kota. Harapan
kedepan menurut Diah, pengrajin, UMKM sekecil apapun mempunyai kesempatan
yang sama untuk menggunakan pasar tersebut. Suasana pasar kerajinan yang
nuansanya harus dijual kepada wisatawan tidak hanya kerajinan tetapi juga
ada kesenian, makanan khas, dari beberapa yang tergabung akan menjadi
daya tarik tersendiri. “Pasar kerajinan Kota Yogyakarta tidak hanya
menjual kerajinan saja, natinya harus dilengkapi dengan fasilitas paket,
saving serta transportasi barang yang telah dibeli, termasuk hal-hal yang
memudahkan pengrajin menerima order,” tutur Diah.
Pembangunan pasar kerajinan harus memperhatikan prinsip keadilan, prinsip
pengembangan, yang nantinya diperuntukkan pengembangan ekonomi untuk UKM.
Pasar seni dan kerajinan Kota Yogyakarta harus layak jual dan patut untuk
dikunjungi.