Asosiasi LPMK Kota Yogyakarta audiensi dengan Walikota Yogyakarta H. Herry
Zudianto(8/8) di ruang kerjanya. Rombongan Asosiasi dipimpin oleh Ketua
Umum Asosiasi LPMK Kota Yogyakarta H.M. Bachrun Nawawi beserta pengurus
asosiasi yang terdiri dari; Drs. Joko, Msi (Ketua) Drs. H. Suharyanto
SW.(Sekretaris Umum) , Soegiyarto, SH. (Sekretaris I) Suharyanto, SE
(Bendahara I) dan Suwarna, SIP.(Seksi Komunikasi dan Informasi). Rombongan
didampingi Asisten Tata Praja Setda Kota Yogyakarta dan Ka. Sub Bagian
Bina Penyelenggaraan Pemerintahan Kecamatan dan Kelurahan Bagian Tata
Pemerintahan Setda Kota Yogyakarta.
Ketua Umum Asosiasi LPMK menyampaikan bahwa Asosiasi LPMK masa bakti 2008
– 2013 telah terbentuk, dilanjutkan memperkenalkan pengurus asosiasi.
Ketua Umum menyampaikan bahwa kepengurusan asosiasi LPMK berbasis gender,
ini terbukti dengan terpilihnya Ir. Siti Isnindarwati, M.Pd. (Ketua Umum
LPMK Panembahan) menjadi salah satu pengurus asosiasi LPMK. Program kerja
jangka panjang Asosiasi LPMK antara lain peningkatan kapasitas,
optimalisasi kepengurusan asosiasi LPMK dan pengkajian peran serta LPMK
dalam kontirbusinya terhadap pengambilan kebijakan di tingkat Kota
Yogyakarta. Program jangka menengah antara lain menjalin kerjasama
kemitraan untuk pemberdayaan masyarakat dengan lembaga pemerintah,
perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat serta pihak lain yang relevan
dan pengkajian efektivitas pemberdayaan masyarakat dan strategi
pengembangan swadaya masyarakat. Program jangka pendek antara lain
melaksanakan pendampingan kepada LPMK se-Kota Yogyakarta dan Fasilitasi
penataan kelembagaan dan penataan jejaring kerja LPMK Kota Yogyakarta.
Walikota Yogyakarta menyampaikan bahwa agenda pembangunan Kota Yogyakarta
dengan segala kompleksitasnya tidak mungkin dapat diselesaikan oleh
Pemerintah Kota Yogyakarta saja. Salah satu permasalahan masyarakat
perkotaan adalah adanya gap dalam masyarakat yakni; masyarakat perkotaan
yang belum siap hidup di Kota dengan berlandaskan pada
nilai-nilai/komitmen terhadap pengelolaan lingkungan hidup, tertib lalu
lintas, pemenuhan hak dan kewajiban, kesadaran menjaga dan memelihara
fasilitas umum sebagaimana menjaga miliknya sendiri dan belum semua
masyarakat perkotaan yang siap membayar ongkos – ongkos publik. Padahal
pembangunan Kota Yogyakarta dimulai dari pembangunan kampung yang ideal
(kampung yang hijau, sejuk, bersih, lalulintas intern dan antar kampung
berbasis budaya sepeda). Terciptanya kampung ideal dimulai dari
terbangunnya “nilai-nilai/komitmen” yang telah terpatri di masyarakat.
Untuk mewujudkan “impian” tersebut Walikota Yogyakarta sangat berharap
bahwa peran LPMK kedepan lebih banyak berperan sebagai motivator dan tidak
terjebak dan berkutat pada pembangunan fisik semata. Peran LPMK kedepan
sebagai agent of change (agen perubahan) di masyarakat. Motivasi
masyarakat, tumbuhkan pemimpin-pemimpin informal di masyarakat yang
berdedikasi dan mempunyai komitmen yang tinggi dalam pengelolaan
lingkungan hidup, penciptaan kampung hijau, penumbuhan budaya bersepeda
sebagai bentuk partisipasi kecil kita dalam menekan laju pemanasan global.
“Kita sampaikan kepada masyarakat bahwa bersepeda tidak identik dengan
orang yang miskin, terbelakang dll. Justru dengan berbudaya sepeda
membuktikan bahwa kita adalah masyarakat yang mempunyai komitmen, karena
kita mempunyai kesadaran moral untuk menyelamatkan dunia. Terkait dengan
HUTRI ke-63 kita gantikan kata “tirakatan” menjadi “tasyakuran”, yang pada
akhirnya kita mempunyai komitmen untuk mengisi kemerdekaan dengan
“deklarasi karya nyata” yang akan kita persembahkan kepada Indonesia
tercinta, demikian disampaikan Walikota.