DIALOG BUDAYA YOGYA UNTUK SEMESTA
Pariwisata yang berbasis budaya tidaklah identik dengan budaya yang dijual sebagai aset wisata, namun bagaimana aura budaya kota Yogyakarta dapat diciptakan sehingga bisa menarik orang untuk datang ke Jogja, demikian hal ini disampaikan oleh Walikota Yogyakarta, H Herry Zudianto dalam Dialog Budaya Yogya untuk Semesta di Bangsal Kepatihan, Selasa, (13/1)
Dialag budaya ini digelar setiap selasa wage oleh Komunitas Yogya untuk Semesta, merupakan gelaran ke 18 sejak pertama kali digelar. “Marilah kita mendefinisikan pariwisata yang berbasis budaya tidaklah identik dengan budaya yang dijual sebagai asset wisata, namun bagaimana aura budaya kota Yogya ini akan menarik orang untuk datang ke sini” kata Herry Zudianto.
Lebih lanjut Herry menjelaskan, aura budaya Kota Yogyakarta bisa tercermin dari budaya masyarakatnya dalam berbagai segi kehidupannya seperti budaya bersih, budaya tertib, ramah dan professional, yang mulanya ditujukan untuk kita sendiri dulu, baru nanti budaya masyarakat yang tertib itu yang akan menarik wisatawan. “Tanamkan dulu budaya tertib, bersih, ramah dan professional itu dimasyarakat kota Yogyakarta, hal inilah yang nantinya akan menarik orang untuk datang ke sini” tambah Herry.
Sementara itu, Pengelola dan pemilik Museum Ulen Sentalu di Kaliurang KRT Thomas Haryonagoro mengungkapkan bahwa museum sebagai pusat kebudayaan mempunyai peranan penting dalam menghidupkan pariwisata yang berbudaya itu sendiri. “Bagaimana museum tidak hanya berperan menyimpan, merawat dan mamerkan tetapi bagaimana museum bisa mewujudkan sesuatu yang mati dalam hal ini koleksinya menjadi sesuatu yang nilainya tinggi dan menjadi daya tarik wisata.” Kata Thomas.
Sedangkan Chafid Fadheli dari Puspar UGM mengemukakan penyajian budaya untuk menjamu wisatawan saat ini terkesan instant, budaya yang harusnya dipelajari lebih lama, karena permintaan wisatawan berdasar keterbatasan masa tinggal wisatawan disajikan secara cepat. “ini berarti telah menghilangkan kekuatan roh dari budaya yang disajikan, bahkan filosofi, makna, kaedah ajaran budaya itu jadi hilang.” Kata Chafid.
Dalam kesempatan ini pula ditampilkan pentas musik ensemble string dari Nala String pimpinan Daniel lulusan ISI jurusan musik, yang berkolaborasi dengan peniup saksofone professional Dr. Supriyatno, MBA atau yang lebih dikenal dengan Nano Tirta.