JOGJA KOTA TERBERSIH DARI KORUPSI
Kota Yogyakarta terpilih sebagai Kota Terbersih pada survey yang dilakukan oleh Lembaga Transparency International (TI) Indonesia. Dari 50 kota yang disurvey, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2008 ini, Kota Yogyakarta meraih skor tertinggi yaitu 6,43 sebagai urutan teratas. Berada di urutan bawahnya Kota Palangkaraya (6,1), Banda Aceh (5,87), Jambi (5,57) dan Mataram (5,41).
Hasil indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2008 dan indeks suap 15 institusi public di Indonesia ini disosialisasikan dalam sebuah seminar di Jogja Plaza Hotel, Selasa (27/01). Seminar ini mengusung narasumber Walikota Yogyakarta Herry Zudianto, Anita Rahman Akbarsyah dari TI, Zainal Arifin Mochtar direktur PuKAT Korupsi Fakultas Hukum UGM, Gunawan Sunendar dari Kementrian PAN, serta Thomas Insan Fahmi dari KPK.
Terpilihnya Yogyakarta sebagai kota terbersih ini tidak terlepas dari peran Walikota Yogyakarta Herry Zudianto sebagai Factor Leadership. Sejak tahun 2006 Kota Yogyakarta memiliki Dinas Perizinan sebagai pengembangan dari Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA). Partisipasi masyarakat juga diwadahi dengan dibentuknya Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan (UPIK). Keberhasilan Kota Yogyakarta dalam kualitas peningkatan public ini juga mendapat pengakuan dengan diraihnya penghargaan Citra Pelayanan Prima 2008.
“Saya tidak pernah menyangka kalau Yogyakarta dinilai lebih baik dalam penilaian ini. Ini merupakan sebuah lompatan yang besar bagi Kota Yogyakarta yang harus diikuti oleh tanggungjawab yang besar pula,“ tutur Walikota Yogyakarta Herry Zudianto. “Sistem ketatanegaraan saat ini menuntut pemerintah harus lebih menghargai rakyat. Proses reformasi menghendaki pemerintahan yang transparan dan responsive,” tandasnya.
Herry juga menghendaki adanya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Untuk itu pihaknya telah membuka berbagai saluran komunikasi seperti UPIK, Interaktif Walikota Menyapa di radio, dan beberapa hotline khusus seperti hotline perizinan dan hotline pasar. Selain itu juga rutin dilakukan kunjungan-kunjungan ke wilayah dimana masyarakat dapat berkomunikasi langsung dengan walikota.
Hasil penelitian TI Indonesia ini juga mengungkap indeks suap yang terjadi di 15 institusi public. Indeks suap polisi mencapai (48%), menyusul bea cukai (41%), imigrasi (34%), DLLAJR (33%), Pemda (33%) dan BPN (32%).
Berdasarkan hasil IPK dan indeks suap 2008 ini TI Indonesia mengajak semua kalangan di Kota Yogyakarta untuk meningkatkan upaya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan berpartisipasi secara aktif melaporkan setiap penyimpangan yang terjadi dalam pelayanan public. (ismawati/humas)
Hasil indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2008 dan indeks suap 15 institusi public di Indonesia ini disosialisasikan dalam sebuah seminar di Jogja Plaza Hotel, Selasa (27/01). Seminar ini mengusung narasumber Walikota Yogyakarta Herry Zudianto, Anita Rahman Akbarsyah dari TI, Zainal Arifin Mochtar direktur PuKAT Korupsi Fakultas Hukum UGM, Gunawan Sunendar dari Kementrian PAN, serta Thomas Insan Fahmi dari KPK.
Terpilihnya Yogyakarta sebagai kota terbersih ini tidak terlepas dari peran Walikota Yogyakarta Herry Zudianto sebagai Factor Leadership. Sejak tahun 2006 Kota Yogyakarta memiliki Dinas Perizinan sebagai pengembangan dari Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA). Partisipasi masyarakat juga diwadahi dengan dibentuknya Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan (UPIK). Keberhasilan Kota Yogyakarta dalam kualitas peningkatan public ini juga mendapat pengakuan dengan diraihnya penghargaan Citra Pelayanan Prima 2008.
“Saya tidak pernah menyangka kalau Yogyakarta dinilai lebih baik dalam penilaian ini. Ini merupakan sebuah lompatan yang besar bagi Kota Yogyakarta yang harus diikuti oleh tanggungjawab yang besar pula,“ tutur Walikota Yogyakarta Herry Zudianto. “Sistem ketatanegaraan saat ini menuntut pemerintah harus lebih menghargai rakyat. Proses reformasi menghendaki pemerintahan yang transparan dan responsive,” tandasnya.
Herry juga menghendaki adanya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Untuk itu pihaknya telah membuka berbagai saluran komunikasi seperti UPIK, Interaktif Walikota Menyapa di radio, dan beberapa hotline khusus seperti hotline perizinan dan hotline pasar. Selain itu juga rutin dilakukan kunjungan-kunjungan ke wilayah dimana masyarakat dapat berkomunikasi langsung dengan walikota.
Hasil penelitian TI Indonesia ini juga mengungkap indeks suap yang terjadi di 15 institusi public. Indeks suap polisi mencapai (48%), menyusul bea cukai (41%), imigrasi (34%), DLLAJR (33%), Pemda (33%) dan BPN (32%).
Berdasarkan hasil IPK dan indeks suap 2008 ini TI Indonesia mengajak semua kalangan di Kota Yogyakarta untuk meningkatkan upaya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan berpartisipasi secara aktif melaporkan setiap penyimpangan yang terjadi dalam pelayanan public. (ismawati/humas)