Mbah Dirjo Upaya Mengolah Sampah Organik di Lahan Sempit
Danurejan - Setelah dilaunching Gerakan Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja (Mbah Dirjo) untuk mengelola sampah organik dari rumah tangga, kini warga Kota Yogyakarta mulai menerapkan gerakan ini di lingkungannya. Salah satunya dilakukan warga RW 04 Kampung Tukangan, Kelurahan Tegal Panggung, Kemantren Danurejan Yogyakarta.
Kali ini secara langsung Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo didampingi Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta yang juga Ketua Forum Bank Sampah (FBS) Aman Yuriadijaya dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sugeng Darmanto meninjau Mbah Dirjo yang berada di RT 17, 19, 20 dan 21 Kampung Tukangan, Kelurahan Tegal Panggung, pada Minggu (6/8/2023).
Dimulai pada pukul 10.30 WIB rombongan diajak melihat langsung biopori darurat yang memiliki luasan 1,5 x 1,75 meter yang dibuat khusus untuk warga RW 04 Tegal Panggung sebagai tempat pembuangan sampah organik yang nantinya bisa dijadikan kompos.
Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo mengatakan, gerakan Mbah Dirjo di Kampung Tukangan , Kelurahan Tegal Panggung ini menjadi percontohan penerapan Gerakan Mbah Dirjo untuk lahan yang sempit di Kota Yogyakarta.
“Ini merupakan percontohan penerapan Gerakan Mbah Dirjo untuk lahan yang sempit. Saya melihat di beberapa lokasi menggunakan ember tumpuk menjadi solusi yang bagus ditiru masyarakat lain. Selain itu ada model biopori yang ditanam dan tidak yang bisa disesuaikan di rumah masing-masih warga. Ini solusi yang cocok untuk permasalah sampah organik yang selama ini masih dibuang atau diresidukan,” jelasnya.
Ia berharap, Gerakan Mbah Dirjo ini menjadi penyelesaian permasalahan sampah organik di tingkat kelurahan. Selain itu, gerakan ini diharapkan menjadi pola hidup untuk terus mengolah dan memilah sampah secara mandiri.
“Gerakan yang diinisiasi bank sampah menjadi gerakan masyarakat. Saya harap, memilah dan mengolah sampah selesai di tingkat kelurahan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya mengungkapkan, sejak diberlakukannya Gerakan Zero Sampah Anorganik di Kota Yogyakarta, jumlah bank sampah terus meningkat.
Semula jumlah bank sampah di Kota Yogyakarta 614 bank sampah. Kini bank sampah di Kota Yogyakarta mencapai 658 bank sampah.
“Semenjak Gerakan Zero Sampah Anorganik di Kota Yogyakarta, tidak hanya bertambah tetapi aktivitasnya semakin meningkat. Kalau dulu sekitar 20 persen tidak aktif sekarang 100 persen aktif,” ungkapnya.
Aman Yuriadijaya berharap, frekuensi Gerakan Zero Sampah Anorganik di Kota Yogyakarta akan semakin meningkat. Ditambah adanya Gerakan Mbah Dirjo membantu masyarakat dalam menuntaskan permasalahan sampah organik di lingkungannya.
“Sampai saat ini sampah sudah berkurang 30 persen. Adanya Gerakan Mbah Dirjo ini harapannya mampu menambah pengurangan sampah sekitar 20 persen dan total sampah yang berkurang di Kota Yogyakarta menjadi 50 persen,” jelasnya.
Saat ditemui Ketua RW 04, Kampung Tukangan, Tegal Panggung Kemantren Danurejan Warini Widodo atau yang sering disapa Rini mengatakan, warga Tegalpanggung sudah lama menerapkan pilah sampah menggunakan ember sejak tahun 2006. Selain itu, kepedulian warga terhadap pilah sampah terus berjalan seiring berjalannya Gerakan Sampah Anorganik dari pemerintah.
Ia berharap, walaupun warga Tukangan memiliki lahan yang sempit dan padat penduduk, warganya tetap memilah dan mengolah sampah dari rumah. Sehingga tidak ada lagi sampah yang terbuang.
“Kami mengajak warga untuk membuat tempat penampungan sampah. Kami harapkan ke depannya bisa dikelola lebih baik lagi, tidak lagi menjadi limbah yang harus dibuang ke tempat pembuangan sampah. Selain itu, sampah anorganik dapat dikelola dan menjadi suatu karya yang dapat dihasilkan melalui pengelola bank sampah di wilayah kami,” ujarnya. (Hes)