Kesiapan Desentralisasi Sampah, Pemkot Olah Sampah Jadi Bahan Bakar
UMBULHARJO - Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta sedang memaksimalkan pelaksanaan desentralisasi pengolahan sampah. Dimana baru-baru ini Pemprov DIY mewajibkan masing-masing kabupaten kota untuk bisa mengelola sampah secara mandiri dan tidak lagi dialihkan ke TPA Piyungan.
Pada kegiatan Jumpa Pers, Jumat (5/1) di Ruang Bima Balaikota Yogyakarta, Kabid Pengelolaan Persampahan DLH Kota Yogyakarta Ahmad Haryoko mengatakan, dalam pengolahan sampah nantinya akan menggunakan dua modul berupa Refuse Derived Fuel atau RDF.
Untuk diketahui, RDF ini digunakan sebagai bahan bakar batu bara yang dipergunakan untuk membuat semen.
Ia menambahkan, dalam satu modul dapat digunakan maksimal di 20 ton sampah per harinya. Namun jika ada dua modul dan dua shift per harinya. Maka bisa dimaksimalkan sampah dapat diolah sebanyak 80 ton per hari. ‘’Jika memungkinkan akan ada dua shift untuk mengolah sampah sebanyak 40 ton per hari maka diperkirakan 80 ton sampah dalam satu hari bisa diolah,”jelasnya.
Tak hanya itu, berat dari sampah juga mempengaruhi pengolahan sampah yang ada. Terutama saat ini Kota Yogyakarta ditimpa cuaca extrim yang dapat mengakibatkan hujan lebat.
Hal ini berdampak pada volume sampah yang mengalami peningkatan akibat banyak sampah yang basah.
Untuk itu, Ia mengajak masyarakat untuk memilah sampah agar sampah tidak terkena air hujan yang dapat mengakibatkan beban sampah yang dibuang ke TPA Piyungan semakin berat.
“Saat terkena air hujan, jumlah atau bobot sampah mengalami peningkatan. Karena kondisi sampah yang basah. Hal ini menambah beban kami saat dibawa ke TPA Piyungan yang saat ini semakin dibatasi,”imbuhnya.
Tambahnya, saat ini Kota Yogyakarta dalam membuang sampah di TPA Piyungan sangat dibatasi tidak lagi 165 ton per harinya tetapi 145 ton per harinya. “Jumlah maksimal beban sampah yang dibuang ke TPA Piyungan akan terus berkurang. Kami juga berusaha untuk semua sampah tidak kehujanan baik di depo maupun di penampungan sampah. Oleh karenanya, kami mengajak masyarakat untuk tetap memilah sampah dan tidak membiarkan sampah dalam keadaan basah.”ujarnya.
Selain itu, Haryoko juga mengungkapkan, dalam upaya antisipasi adanya lindi pada sampah di depo, telah diupayakan dengan penyemprotan eco enzim untuk mengurangi bau yang diakibatkan dari sampah.
Sementara itu, Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo mengungkapkan, dengan berbagai upaya yang telah dilakukan tidak berhasil menjadi Kota Yogyakarta zero sampah tanpa dukungan dari berbagai pihak.
Khususnya sampah bisa terus di tekan dengan terus melakukan pengolahan sampah, salah satunya dengan program Gerakan Zero Sampah Anorganik (GZSA) dan gerakan mengolah sampah dan limbah dengan biopori ala Jogja (Mbah Dirjo) yang dapat membantu menurunkan sampah yang dibawa ke TPA Piyungan.
Singgih menambahkan, program tersebut akan terus dilakukan. Selain itu juga akan mengoptimalkan TPS 3R Nitikan yang sudah beroperasi dengan maksimal.
“Program seperti Mbah Dirjo akan terus dikawal. Selain itu, pada pertengahan Tahun 2024 Kota Yogyakarta akan mengelola sampah secara mandiri dengan mengoptimalkan Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) di Nitikan dan Karangmiri. Bahkan pengolahan sampah di Nitikan dapat maksimal hingga 30 ton per hari,”ujarnya.
Singgih menambahkan, saat ini tercatat ada 29.843 titik Mbah Dirjo yang bisa dimanfaatkan oleh warga.
Untuk itu, selain sebagai perubahan perilaku di masyarakat, adanya program ini akan dapat mengurangi sampah yang dibuang. Dimana dengan memaksimalkan Mbah Dirjo Kota Yogyakarta saat ini mampu mengurangi sampah dari rumah tangga sebanyak 50 ton per hari. (Hes)