Pemkot Dorong Perusahaan Taati Peraturan Soal Pemberian Upah Pekerja
Gedong Tengen – Pemkot Yogyakarta memberikan arahan kepada perusahaan untuk menaati pemberian upah minimum kepada pekerja di bawah masa kerja 1 tahun, juga menerapkan skala upah sesuai masa kerja dan kompetensi para pekerja.
Kepala Bidang Kesejahteraan dan Hubungan Industrial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta Pipin Ani Sulistiati mengatakan, hal tersebut sesuai dengan ketentuan pengupahan yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan.
“Pendampingan juga pembinaan perihal pengupahan menjadi satu hal yang penting, mengingat masih ada beberapa Perusahaan yang belum memberikan upah kepada pekerjanya sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Untuk itu harapannya melalui kegiatan ini perusahaan di Kota Yogya semakin tertib dan disiplin dalam menaati ketentuan yang berlaku,” katanya dalam Diseminasi Pengupahan di Hotel Abadi pada Selasa (20/2).
Pihaknya berharap setelah kegiatan diseminasi pengupahan tersebut sudah tidak ada lagi perusahaan yang memberikan upah kepada pekerja di bawah UMK atau upah minimum kabupaten/kota. Supaya hak atas kesejahteraan ekonomi juga sosial para pekerjanya dapat terpenuhi.
“Dalam menjalankan perusahaan ataupun bisnis ada tatanan dan regulasi yang berisi hak dan kewajiban. Tentunya amanat dari undang-undang harus kita patuhi, hormati dan implementasikan. Maka kegiatan ini merupakan bagian dari mewujudkan kewajiban Perusahaan untuk pemenuhan hak para pekerja,” terangnya.
Sejalan dengan itu Akedemisi dari Universitas Gadjah Mada Profesor Ari Hernawan menyampaikan, sesuai ketentuan pekerja dengan masa kerja 0 sampai 12 bulan wajib digaji minimal sesuai UMK. Sedangkan pekerja dengan masa kerja lebih dari 12 bulan, perusahaan wajib memberikan upah berdasarkan struktur dan skala upah.
Pihaknya juga berpesan agar perusahaan membuat kebijakan perihal pemberian hak pekerja dengan mengacu pada hukum ketenagakerjaan yang berlaku. Seperti pemberian upah lembur, pemberian cuti, atau pemberian sanksi atas ketidakdisiplinan pekerja.
“Seperti contohnya pemberian cuti melahirkan, kalau di ketentuan selama 1,5 bulan sebelum dan 1,5 setelah melahirkan. Tentu ini bisa disesuaikan dengan perusahaan, misalnya bisa sekaligus digabungkan pemberian cuti selama 3 bulan setelah melahirkan, yang tentunya ini juga merupakan kebijakan baik untuk pekerja,” pesannya.
Sementara itu salah satu peserta dari PT Media Edutama Indonesia Yanti mengungkapkan, terkait pemberian cuti melahirkan pihaknya memang fleksibel sesuai dengan kebutuhan pekerja. Dengan catatan total cuti tetap selama 3 bulan.
“Perihal pemberian cuti melahirkan ini kami negosiasikan kepada pekerja, dan kebanyakan memang lebih cenderung memilih mengambil cuti mendekati hari perkiraan lahir. Tentu ini juga bagian dari bagaimana kami sebagai Perusahaan menghargai hak pekerja untuk memiliki kesehatan yang bagus juga mendukung tumbuh kembang anak yang baik,” ungkapnya. (Jul)