PPDB Akuntabel Wujudkan Pendidikan Berkualitas
Umbulharjo – Pemerintah Kota Yogyakarta berkomitmen untuk menjalankan proses seleksi dan penerimaan peserta didik baru dengan transparan, akuntabel, inklusif dan non diskriminatif untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas.
Hal tersebut dikatakan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta Budi Santosa Asrori, dalam FGD Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Akuntabel pada Senin (5/8/2024) di Edotel Kenari. Pihaknya menyampaikan kegiatan tersebut menjadi sarana evaluasi dalam menampung masukan dari berbagai pihak, sehingga PPDB di tahun depan dapat berjalan lebih baik lagi.
“Pemkot bersama dengan stakeholder berkomitmen melaksanakan kebijakan PPDB yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat, secara proporsional, berkeadilan dan tidak diskriminatif bagi semua pihak. Seperti halnya terkait pelaksanaan PPDB melalui beberapa jalur, seperti Zonasi, Afirmasi, Perpindahan Orangtua dan Kemaslahatan Guru, Prestasi serta Pemenuhan Daya Tampung,” katanya.
Secara khusus untuk jalur afirmasi, lanjut Budi, yaitu Kartu Menuju Sejahtera (KMS) 11 persen dan disabilitas 5 persen ada PPDB tahun ajaran 2024/2025 ini. Di mana Pemkot juga memberikan jaminan pendidikan daerah (JPD) bagi peserta didik yang tidak lolos PPDB SMP Negeri jalur afirmasi disabilitas.
“Tujuannya memberikan aksesibilitas yang layak bagi peserta didik disabilitas, sehingga dapat melanjutkan pendidikan di sekolah umum yang inklusi. Di mana anak-anak dengan berbagai keberagaman harus dididik bersama dalam kelas yang sama di sekolah yang sama,” ujarnya.
Sementara itu Widyaiswara dari Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) DIY, Harli Trisdiono mengatakan, semua proses PPDB pada dasarnya harus dilakukan secara objektif, transparan dan akuntabel serta melibatkan berbagai pihak untuk memberikan kesempatan yang adil bagi setiap peserta didik.
“Dengan penyelenggaraan proses PPDB yang akuntabel maka intervensi pemerataan akses dan kualitas pendidikan dapat lebih optimal, kemudian deteksi dini pada anak putus sekolah sehingga dapat terwujud wajib belajar 12 tahun, tidak ada diskriminasi dan ketidakadilan terhadap akses serta layanan pendidikan, juga mengoptimalkan keterlibatan dan partisipasi orang tua dalam proses pembelajaran,” terangnya. (Jul)