Kuatkan Peran Lintas Sektor Cegah Tindak Pidana Perdagangan Orang
UMBULHARJO - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi sorotan di Indonesia tak terkecuali di Kota Yogyakarta. Dimana para korbannya melibatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Untuk itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta melalui DP3AP2KB mengajak lintas sektor di lingkup Pemkot Yogya untuk memperkuat pencegahan dan penanganan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTP/A) berupa TPPO serta PMI non-prosedural untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan hukum.
Salah satunya melalui Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT PP TPPO) yang ada di Kota Yogyakarta. Dimana GT PP TPPO ini terdiri dari berbagai lintas sektor diantaranya OPD di lingkup Pemkot Yogyakarta, LSM, serta lembaga layanan yang bergerak di bidang pencegahan dan penanganan TPPO.
Kepala DP3AP2KB Kota Yogyakarta Retnaningtyas mengatakan, berdasarkan data yang diperoleh dari siga.jogjaprov.go.id, kasus trafficking yang terjadi di Kota Yogyakarta yang tercatat pada lembaga layanan di Kota Yogyakarta pada tahun 2023 berjumlah lima orang dan seluruhnya berjenis kelamin perempuan.
Mereka mengalami berbagai bentuk pelanggaran HAM seperti eksploitasi seksual, kerja paksa, dan perbudakan. “Praktik-praktik yang ditemukan ini seperti eksploitasi seksual, kerja paksa, dan perbudakan modern yang merenggut hak asasi manusia dan merusak citra bangsa,”jelas Retnaningtyas saat memberikan sambutan pada hari Selasa (10/9) di Ruang Bima Balaikota Yogyakarta.
Pihaknya menambahkan, kejadian TPPO diakibatkan karena adanya faktor kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, terbatasnya peluang kerja, konflik sosial, serta lemahnya kontrol sosial di masyarakat menjadi pemicu utama.
“Kebanyakan pelaku TPPO ini seringkali berasal dari lingkungan terdekat korban, seperti keluarga atau teman terdekat korban,”ungkapnya.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkot Yogyakarta Yunianto Dwisutono mengatakan, Pemkot Yogyakarta akan terus menaruh perhatian pada isu TPPO di Kota Yogyakarta.
Terutama karena Kota Yogyakarta memiliki banyak warganya yang bekerja sebagai pekerja migran di luar negeri dan Kota Yogyakarta memiliki visi sesuai RPJPD, yaitu sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, Pariwisata Berbasis Budaya dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan.
Oleh karenanya, koordinasi lintas sektor yang dilakukan sangat strategis dalam memperkuat upaya pencegahan dan penanganan TPPO serta memastikan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia, khususnya warga Yogyakarta.
“Pemerintah Kota Yogyakarta siap bekerja sama dengan instansi terkait, baik di level nasional maupun internasional, untuk memperkuat kebijakan dan langkah konkret dalam pencegahan TPPO
Sehingga, harapannya bahaya perdagangan orang dan perlindungan terhadap PMI dapat diperkuat pengawasannya di lapangan dan dilakukan penindakan hukum yang tegas terhadap pelaku TPPO.
“Saya berharap, peran lintas sektor menjadi sangat penting, agar tidak ada celah bagi para pelaku TPPO. Sehingga, kegiatan koordinasi lintas sektor ini menjadi langkah konkret yang sangat penting dalam upaya kita bersama dalam memberantas perdagangan orang dan melindungi pekerja migran Indonesia khususnya di Kota Yogyakarta,”ungkapnya.
Selaras dengan hal tersebut, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Prijadi Santoso mengungkapkan, berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) telah terlapor 2.265 korban TPPO di Indonesia dalam lima tahun terakhir sejak tahun 2019 hingga 2023.
Dimana perempuan dan anak masih menjadi kelompok yang sangat rentan untuk menjadi target utama para pelaku, diantaranya 51 persen korban atau 1.156 orang adalah anak-anak, 47 persen korban atau 1073 orang adalah perempuan dewasa, dan 2 persen lainnya atau 46 orang adalah korban laki-laki dewasa.
“Perkembangan teknologi ini menjadi salah satu persoalan utama modus TPPO seperti judi online, iming-iming rekrutmen magang dan lain sebagainya. Sehingga perlu kecermatan dalam memaknai sebuah persyaratan kerja sampai pengurusannya. Jangan lupa perhatikan juga responsi loker, waktu kerja atau media sosial perusahaan untuk memudahkan masyarakat mengaksesnya,”ujarnya.
Pihaknya pun mendukung gugus tugas dalam rencana aksi pemberantasan TPPO di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
“Kami optimis gugus tugas yang ada di setiap wilayah ini dapat melaksanakan pencegahan dan penanganan TPPO secara konkret diantaranya melalui memiliki rencana aksi atau pencegahan, Rehabilitasi kesehatan, rehab sosial pemulangan reintegrasi sosial, pengembangan norma hukum, penegakan hukum, kerjasama dan koordinasi,”imbuhnya. (Hes)