Audit Kasus Stunting Soroti Pemahaman Nutrisi Masyarakat Kota Yogya

 

 

Umbulharjo- Pemerintah Kota Yogyakarta menunjukkan komitmennya dalam menangani stunting melalui pelaksanaan audit kasus stunting siklus ke-2 yang digelar oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) di Hotel @HOM Premiere, Rabu (16/10). Upaya ini mempertegas keseriusan pemerintah dalam menurunkan angka stunting, khususnya di wilayah-wilayah dengan risiko tinggi, melalui intervensi yang terukur dan berkelanjutan.

Kepala DP3AP2KB Kota Yogyakarta, Retnaningtyas, menyampaikan bahwa Kota Yogyakarta telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) sebagai langkah strategis untuk menangani masalah stunting secara komprehensif. Tim ini berperan penting dalam melakukan monitoring dan evaluasi program, serta memastikan intervensi yang diterapkan, baik spesifik maupun sensitif, dapat mencapai sasaran. 

“AKS Siklus kedua ini menyasar empat kelurahan yaitu Kelurahan Semaki, Kelurahan Sorosutan, Kelurahan Pandeyan dan Kelurahan Baciro dengan responden sejumlah 18 orang. Dalam pelaksa melibatkan tim pakar yakni dokter spesialis anak, spesialis spesialis Obstetri dan Ginekolog, psikolog, serta ahli gizi,” terang Retnaningtyas.

 

Kepala DP3AP2KB Retnaningtyas

 

Melalui Audit Kasus Stunting (AKS), diharapkan dapat memperkuat dan mengkonvergensikan program yang ada. Audit ini juga berfungsi mengidentifikasi faktor penyebab stunting, baik dari segi kesehatan, lingkungan, maupun aspek sosial ekonomi, sehingga intervensi yang tepat bisa diterapkan untuk menurunkan angka stunting di Kota Yogyakarta.

“Kegiatan kedua di tahun 2024, sasaran yang dipilih sebelumnya telah dilakukan intervensi namun tidak mengalami penurunan secara signifikan,” tambahnya.

Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya, menyampaikan bahwa penanganan stunting adalah proses jangka panjang yang tidak dapat diselesaikan dengan cepat. Menurutnya, dibutuhkan upaya konsisten dari berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan keberhasilan penanganan stunting secara menyeluruh. 

“Dalam penanganan stunting, rekonstruksi sosial dan rekonsiliasi menjadi langkah penting yang tidak boleh diabaikan. Rekonstruksi sosial merujuk pada perubahan perilaku dan pola pikir masyarakat, terutama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan dan tumbuh kembang anak. Sementara itu, rekonsiliasi diperlukan untuk menyatukan berbagai sektor dan pemangku kepentingan dalam penanganan stunting. Kolaborasi ini menjadi sangat penting untuk menciptakan kebijakan dan program yang terkoordinasi dengan baik,” ujarnya.

 

Sekda Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya (kanan)

 

Aman juga menekankan bahwa tujuan utama penanganan stunting bukan sekadar menurunkan angka prevalensi, tetapi memastikan bahwa seluruh proses penanganan dilakukan dengan baik dan benar. Keterlibatan dan kontribusi yang berkelanjutan dari seluruh pihak terkait, baik pemerintah, lembaga kesehatan, maupun masyarakat, menjadi kunci dalam menciptakan pengendalian kasus stunting yang efektif. Ia memperkirakan bahwa proses tersebut setidaknya membutuhkan waktu lima tahun untuk melihat hasil yang signifikan dan berkelanjutan.

AKS siklus kedua yang menyasar empat kelurahan di Kota Yogyakarta, merujuk kepada satu calon pengantin, enam ibu hamil, tiga ibu pasca melahirkan, tujuh baduta dan satu balita. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa nutrisi yang dikonsumsi oleh kelompok-kelompok ini menjadi salah satu masalah utama yang harus ditangani. Pemahaman terhadap pentingnya asupan gizi termasuk kualitas dan kuantitas asupan gizi yang memadai dapat berkontribusi pada risiko stunting, terutama pada ibu hamil dan anak-anak.

“Pencegahan stunting dapat dilakukan sejak masih remaja dengan mengkonsumsi tambah darah, kemudian pemahaman nutrisi bagi ibu hamil, pasca persalinan hingga gizi anak harus diperhatikan dengan baik,” ujar Obgyn Fetomaternal Divisi UGM Fauzan Achmad Maliki. (Chi)